Kaitan Pengemis ke
dalam kegiatan perekonomian
Gelandangan dan Pengemis (GEPENG) adalah orang-orang yang
hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam
masyarakat setempat, serta tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan yang
tetap di wilayah tertentu dan hidup mengembara di tempat umum dan mendapatkan
penghasilan dengan meminta-minta di muka umum dengan berbagai cara dan alasan
untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain.
Di lingkuangan aksara lebih tepatnya di lampu merah dekat
Ramayana terdapat sekitar 14 orang Gepeng yang mempunyai latar belakang
kehidupan yang berbeda.
Selain itu, dampak yang ditimbulkan oleh mereka sangat meresahkan masyarakat. Mulai dari tingkat kriminalitas yang tinggi, menyebabkan kemacetan di sekitar jalan raya dan mengganggu kenyamanan pengguna jalan.
Selain itu, dampak yang ditimbulkan oleh mereka sangat meresahkan masyarakat. Mulai dari tingkat kriminalitas yang tinggi, menyebabkan kemacetan di sekitar jalan raya dan mengganggu kenyamanan pengguna jalan.
Aksara menjadi tempat mereka melakukan kegiatannya karena
merupakan tempat yang ramai dan memungkinkan untuk mendapat uang yang banyak
melalui meminta-minta, mengamen dan lain-lain.
Gepeng
merupakan Orang-orang yang tidak mempunyai tempat tinggal dan tidak mempunyai
pekerjaan. Gepeng juga bisa di sebut orang
miskin atau orang yang tidak mampu.
Banyak
pemahaman tentang kemiskinan yang di kemukakan para ahli, salah satu pemahaman
yang dimaksud dikemukakan Bank dunia (1990) dan Chambers (1987) (dalam
Mikkelsen,2003:193) yang memandang kemiskinan sebagai :
“Suatu kemelaratan dan
ketidakmampuan masyarakat yang diukur dalam satu standar hidup tertentu yang
mengacu kepada konsep miskin relatif yang melakukan analisis perbandingan di
negara-negara kaya maupun miskin. Sedangkan konsep absolut dari kemiskinan
adanya wabah kelaparan, ketidakmampuan untuk membesarkan atau mendidik
anak-anak lain”
Usman (2003 : 33)
mengatakan bahwa
“kemiskinan adalah kondisi kehilangan (deprivation) terhadap
sumber-sumber pemenuh kebutuhan dasar yang berupa pangan, sandang, papan,
pendidikan dan kesehatan serta hidupnya serba kekurangan.”
Sedangkan pemahaman
tentang masalah kemiskinan, menurut Sumodiningrat (1999 : 45) :
“Masalah kemiskinan pada dasarnya bukan saja berurusan
dengan persoalan ekonomi semata, tetapi bersifat multidimensional yang dalam
kenyataannya juga berurusan dengan persoalan-persoalan non-ekonomi (sosial,
budaya, dan politik). Karena sifat multidimensionalnya tersebut, maka
kemiskinan tidak hanya berurusan dengan kesejahteraan materi (material
well-being), tetapi berurusan dengan kesejahteraan sosial (social well-being).”
Dari pandangan di atas
diperoleh suatu konsep pemahaman bahwa kemiskinan pada hakekatnya merupakan
kebutuhan manusia yang tidak terbatas hanya pada persoalan-persoalan ekonomi
saja. Karena itu, program pemberdayaan masyarakat miskin sebaiknya tidak
terfokus pada dimensi pendekatan ekonomi saja, tetapi juga memperhatikan
dimensi pendekatan lain, yaitu pendekatan peningkatan kualitas sumber daya
manusia dan sumber daya sosial. Menurut Supriatna (1997:90) :
“Kemiskinan merupakan kondisi yang serba terbatas dan
terjadi bukan atas kehendak orang yang bersangkutan. Penduduk dikatakan miskin
bila ditandai oleh rendahnya tingkat pendidikan, produktivitas kerja,
pendapatan, kesehatan dan gizi serta kesejahteraan hidupnya, yang menunjukkan
lingkaran ketidakberdayaan.”
Menurut Kartasasmita
(1996:240-241), kondisi kemiskinan dapat disebabkan sekurang-kurangnya empat
penyebab :
“Pertama, rendahnya taraf pendidikan. Taraf pendidikan yang
rendah mengakibatkan kemampuan pengembangan diri terbatas dan menyebabkan
sempitnya lapangan kerja yang dapat dimasuki. Dalam bersaing untuk mendapatkan
lapangan kerja yang ada, taraf pendidikan menentukan. Taraf pendidikan yang
rendah juga membatasi kemampuan untuk mencari dan memanfaatkan peluang.
Kedua, rendahnya derajat kesehatan. Taraf kesehatan dan gizi yang rendah menyebabkan rendahnya daya tahan fisik, daya pikir, dan prakarsa.
Ketiga, terbatasnya lapangan kerja. Keadaan kemiskinan karena kondisi pendidikan dan kesehatan diperberat oleh terbatasnya lapangan pekerjaan. Selama ada lapangan kerja atau kegiatan usaha, selama itu pula ada harapan untuk memutuskan lingkaran kemiskinan itu.
Keempat, Kondisi keterisolasian. Banyak penduduk miskin, secara ekonomi tidak berdaya karena terpencil dan terisolasi. Mereka hidup terpencil sehingga sulit atau tidak dapat terjangkau oleh pelayanan pendidikan, kesehatan dan gerak kemajuan yang dinikmati masyarakat lainnya.”
Kedua, rendahnya derajat kesehatan. Taraf kesehatan dan gizi yang rendah menyebabkan rendahnya daya tahan fisik, daya pikir, dan prakarsa.
Ketiga, terbatasnya lapangan kerja. Keadaan kemiskinan karena kondisi pendidikan dan kesehatan diperberat oleh terbatasnya lapangan pekerjaan. Selama ada lapangan kerja atau kegiatan usaha, selama itu pula ada harapan untuk memutuskan lingkaran kemiskinan itu.
Keempat, Kondisi keterisolasian. Banyak penduduk miskin, secara ekonomi tidak berdaya karena terpencil dan terisolasi. Mereka hidup terpencil sehingga sulit atau tidak dapat terjangkau oleh pelayanan pendidikan, kesehatan dan gerak kemajuan yang dinikmati masyarakat lainnya.”
Keempat penyebab tersebut
menunjukkan adanya lingkaran kemiskinan. Rumah tangga miskin pada umumnya berpendidikan
rendah dan terpusat di daerah pedesaan. Karena pendidikan rendah, maka
produktivitasnya pun rendah sehingga imbalan yang diterima tidak cukup memadai
untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum, antara lain kebutuhan pangan, sandang,
kesehatan, perumahan, dan pendidikan, yang diperlukan untuk dapat hidup dan
bekerja.
Gelandangan dan Pengemis (GEPENG) adalah orang-orang yang
hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam
masyarakat setempat, serta tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan yang
tetap di wilayah tertentu dan hidup mengembara di tempat umum dan mendapatkan
penghasilan dengan meminta-minta di muka umum dengan berbagai cara dan alasan
untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain.
Di lingkuangan aksara lebih tepatnya di lampu merah dekat
Ramayana terdapat sekitar 14 orang Gepeng yang mempunyai latar belakang
kehidupan yang berbeda.
Selain itu, dampak yang ditimbulkan oleh mereka sangat meresahkan masyarakat. Mulai dari tingkat kriminalitas yang tinggi, menyebabkan kemacetan di sekitar jalan raya dan mengganggu kenyamanan pengguna jalan.
Selain itu, dampak yang ditimbulkan oleh mereka sangat meresahkan masyarakat. Mulai dari tingkat kriminalitas yang tinggi, menyebabkan kemacetan di sekitar jalan raya dan mengganggu kenyamanan pengguna jalan.
Aksara menjadi tempat mereka melakukan kegiatannya karena
merupakan tempat yang ramai dan memungkinkan untuk mendapat uang yang banyak
melalui meminta-minta, mengamen dan lain-lain.
B. Faktor Penyebab
faktor-faktor yang menjadi
penyebabnya adanya pengemis di kota Medan khusunya Aksara sebagai berikut :
1.
Urbanisasi
Dari 14 orang gelandangan yang berada di
sekitar Aksara 10 orang diantaranya bukan merupakan penduduk asli kota medan.
Mereka merupakan orang-orang yang
berasal dari luar daerah (kota medan) misalnya dari daerah Jawa, Riau dan
lainnya. Kebanyakan dari mereka melakukan urabanisasi ke Medan untuk mencoba
meningkatkan taraf hidup yang masih kurang di kampung. Ini sesuai dengan data
dari Dinas Sosial dan Tenaga Kerja bahwa 90% gepeng di kota Medan berasal dari
luar daerah
2. Rendahnya keterampilan
Rendahnya keterampilan merupakan
faktor intrinsik yang sangat berpengaruh . Orang-orang yang datang ke kota
Medan untuk merantau tanpa sebuah keahlian menjadikan peluang hidup seseorang
tersebut sangat minim. Mereka datang ke Medan tanpa sebuah persiapan yang
matang, mereka hanya bermodalkan semangat serta iming-iming mendapat pekerjaan
yang lebih baik di Medan. Terbukti
dari hasil survey yang kami
lakukan di Aksara, gepeng yang berada di daerah itu tidak mempunyai skill atau
ketrampilan tertentu yang dapat menunjang seseorang untuk mendapatkan
pekerjaan.
3. Pendidikan Rendah
Sekitar 95 % gepeng di
aksara sangat minim dunia pendidikan.
Kebanyakan dari mereka hanya tamatan SD bahkan ada yang belum sekolah. Ini
membuat sulit bersaing untuk hidup di daerang yang biaya hidupnya lumayan mahal
seperti kota Medan ini.
4. Mempunyai kelemahan fisik atau penyakit.
Terdapat sekitar 3 orang di
antara gepeng-gepeng di aksara yang menderita cacat fisik dan penyakit
semacamnya. Sehingga mereka terbatas untuk melakukan pekerjaan. Faktanya, yang
normal saja susah untuk bekerja, apalagi yang cacat. Terlebih mereka tidak
mempunyai keluarga yang dapat mengurusi mereka dan memberi mereka kehidupan
yang layak.
5. Lingkungan
Saat ini, ada beberapa orang anak
yang menjadi gepeng dikarenakan terlahir dilingkungan gepeng. Artinya,
Anak-anak yang terlahir dari orang tua yang sebagai gepeng, secara tidak
langsung telah menambah jumlah gepeng dengan proses kelahiran. Ini menjadi
faktor yang juga sangat memprihatinkan. Nantinya anak-anak tersebut akan
kesulitan juga untuk mendapat pendidikan dan kehidupan yang layak.
Dari sekian faktor yang ada, ada
5 faktor yang menjadi penyebab adanya gelandangan di Aksara yaitu Urbanisasi,
Keterampilan, Pendidikan, Kelemahan Fisik dan Lingkungan. Hal itu menjadi dasar
yang membuat orang-orang tersebut terpaksa menjadi Gepeng.
C. Dampak
1.
Masalah lingkungan (tata ruang).
mengangu ketertiban umum,
ketenangan masyrakat dan kebersihan serta keindahan kota.
2. Masalah kependudukan
tidak memiliki kartu identitas
(KTP/KK) yang tercatat di kelurahan (RT/RW) setempat dan sebagian besar dari
mereka hidup bersama sebagai suami istri tampa ikatan perkawinan yang sah.
3. Masalah keamanan dan ketertiban
menimbulkan kerawanan social,
mengganggu keamanan dan ketertiban di wilayah tersebut.
4.
Masalah kriminalitas
kriminalitas yang di lakukan oleh
para gelandangan dan pengemis di tempat keramaian mulai dari pencurian,
kekerasan hingga pelecehan seksual sangat kerap terjadi.
D. Upaya Penanggulangan
Berdasarkan data dari Dinas
Sosial dan Tenaga Kerja, Sebelumnya pernah dilakukan penertiban kepada para
Gepeng di Kota Medan termasuk lingkungan Aksara. Seperti Penertiban yang pernah
dilakukan pada Tahun 2013, Dari hasil razia dan penertiban, anjal dan pengemis
selama tahun 2013 sebanyak 151 orang dan langsung dibawa ke panti asuhan Pungi
di Binjai karena Kota Medan belum memiliki panti asuhan untuk membina mereka
yang kena jaring saat razia.
Selama di panti asuhan mereka
mendapat pembinaan bahkan diajari berkarya agar bisa mandiri. Selain itu,
terdapat anak-anak dibawah umur (18 tahun), mereka di beri beasiswa agar dapat
meneruskan sekolah dan tidak kembali ke jalan.
Namun kenyataannya setelah keluar, mereka kembali lagi ke jalanan.
Pasalnya tidak ada tempat menetap.
Hal ini membuat pemerintah kewalahan untuk mengurangi gepeng di kota medan yang diperkirakan berjumlah sekitar 500 orang. Namun dalam hal ini, pemerintah terus berusaha melakukan razia untuk menekan angka tersebut walaupun untuk memberantasnya masih sulit.
Hal ini membuat pemerintah kewalahan untuk mengurangi gepeng di kota medan yang diperkirakan berjumlah sekitar 500 orang. Namun dalam hal ini, pemerintah terus berusaha melakukan razia untuk menekan angka tersebut walaupun untuk memberantasnya masih sulit.
Kesimpulan
Gepeng adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak
sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat, serta tidak
mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan mereka meminta-minta di muka umum dengan
berbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain.
Salah satu area yang rawan gepeng adalah Lampu merah dekat Ramayana Aksara.
Tempat itu mereka melakukan kegiatannya karena merupakan tempat yang ramai dan
memungkinkan untuk mendapat uang yang banyak melalui meminta-minta, mengamen
dan lain-lain. Dari sekian faktor yang ada, ada 5 faktor yang menjadi penyebab
adanya gelandangan di Aksara yaitu Urbanisasi, Keterampilan, Pendidikan,
Kelemahan Fisik dan Lingkungan. Hal itu menjadi dasar yang membuat orang-orang
tersebut terpaksa menjadi Gepeng. Dampak yang ditimbulkan oleh mereka sangat
meresahkan masyarakat, mulai dari masalah lingkungan, kependudukan, keamanan
dan ketertiban serta kriminalitas.
Berdasarkan data dari Dinas Sosial dan Tenaga Kerja,
Sebelumnya pernah dilakukan penertiban kepada para Gepeng di Kota Medan
termasuk lingkungan Aksara. Namun kenyataannya setelah keluar, mereka kembali
lagi ke jalanan. Pasalnya tidak ada tempat menetap ditambah tidak adanya panti
asuhan unutk menampung mereka untuk dineri pengarahan dan ketrampilan di kota
Medan sehingga membuat pemerintah kesulitan untuk menuntas Gepeng di kota
Medan.
Sebaiknya pemerintah agar
memperhatikan gelandangan dan pengemis dengan memberikan bimbingan bukan dengan
penangkapan secara keras, karena bagaimana pun juga mereka adalah anak bangsa
yang mempunyai hak untuk mendapatkan hidup layak serta pendidikan dan
perhatian, karena kami yakin jika mereka di berikan kesempatan untuk mendapat
pendidikan dan perekonomian yang baik tentunya kelak mereka dapat mengaharumkan
nama Negara dan bangsa dan juga dapat mengurangi permasalahan sosial yangt
erjadi di Indonesia saat ini. Kami juga menghimbau kepada keluarga agar dapat
memberikan pola asuh yang baik,sehingga tidak mendorong anak-anak penerus
bangsa terjerumus didalam kehidupan sosial yang menyimpang. Upaya
penanggulangan akan lebih baik lagi jika pemerintah menyediakan panti sosial yang mempunyai program dalam bidang pelayanan
rehabilitasi dan pemberian bimbingan keterampilan (workshop) bagi gelandangan
dan pengemis sehingga mereka dapat mandiri dan tidak kembali menggelandang dan
mengemis, dll.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar