Sabtu, 28 November 2015

Tugas Softskill Perilaku Konsumen Minggu ke-10

Pengaruh Kebudayaan Terhadap Pembelian dan Konsumensi
      1.      Pengertian kebudayaan
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.
Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata LatinColere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai “kultur” dalam bahasa Indonesia.
Definisi budaya
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budayaterbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.
Beberapa alasan mengapa orang mengalami kesulitan ketika berkomunikasi dengan orang dari budaya lain terlihat dalam definisi budaya: Budaya adalah suatu perangkat rumit nilai-nilai yang dipolarisasikan oleh suatu citra yang mengandung pandangan atas keistimewaannya sendiri.”Citra yang memaksa” itu mengambil bentuk-bentuk berbeda dalam berbagai budaya seperti “individualisme kasar” di Amerika, “keselarasan individu dengan alam” d Jepang dan “kepatuhan kolektif” di Cina.
Citra budaya yang bersifat memaksa tersebut membekali anggota-anggotanya dengan pedoman mengenai perilaku yang layak dan menetapkan dunia makna dan nilai logis yang dapat dipinjam anggota-anggotanya yang paling bersahaja untuk memperoleh rasa bermartabat dan pertalian dengan hidup mereka.
Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya meramalkan perilaku orang lain.
      2.      Dimanakah seseorang menemukan nilai-nilai yang dianutnya?
Individu tidak lahir dengan membawa nilai-nilai (values). Nilai-nilai ini diperoleh dan berkembang melalui informasi, lingkungan keluarga, serta budaya sepanjang perjalanan hidupnya. Mereka belajar dari keseharian dan menentukan tentang nilai-nilai mana yang benar dan mana yang salah. Untuk memahami perbedaan nilai-nilai kehidupan ini sangat tergantung pada situasi dan kondisi dimana mereka tumbuh dan berkembang. Nilai-nilai tersebut diambil dengan berbagai cara antara lain:
1.      Model atau contoh, dimana individu belajar tentang nilai-nilai yang baik atau buruk melalui observasi perilaku keluarga, sahabat, teman sejawat dan masyarakat lingkungannya dimana dia bergaul.
2.      Moralitas, diperoleh dari keluarga, ajaran agama, sekolah, dan institusi tempatnya bekerja dan memberikan ruang dan waktu atau kesempatan kepada individu untuk mempertimbangkan nilai-nilai yang berbeda.
3.      Sesuka hati adalah proses dimana adaptasi nilai-nilai ini kurang terarah dan sangat tergantungkepada nilai-nilai yang ada di dalam diri seseorang dan memilih serta mengembangkan sistem nilai-nilai tersebut menurut kemauan mereka sendiri. Hal ini lebih sering disebabkan karena kurangnya pendekatan, atau tidak adanya bimbingan atau pembinaan sehingga dapat menimbulkan kebingungan, dan konflik internal bagi individu tersebut.
4.      Penghargaan dan Sanksi : Perlakuan yang biasa diterima seperti: mendapatkan penghargaan bila menunjukkan perilaku yang baik, dan sebaliknya akan mendapat sanksi atau hukuman bila menunjukkan perilaku yang tidak baik.
5.      Tanggung jawab untuk memilih : adanya dorongan internal untuk menggali nilai-nilai tertentu dan mempertimbangkan konsekuensinya untuk diadaptasi. Disamping itu, adanya dukungan dan bimbingan dari seseorang yang akan menyempurnakan perkembangan sistem nilai dirinya sendiri.
      3.      Pengaruh kebudayaan terhadap perilaku konsumen.
Pengertian perilaku konsumen menurut Shiffman dan Kanuk (2000) adalah perilaku yang diperhatikan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan mengabaikan produk, jasa, atau ide yang diharapkan dapat memuaskan konsumen untuk dapat memuaskan kebutuhannya dengan menkonsumsi produk atau jasa yang ditawarkan.
Model Perilaku Konsumen
1.      Faktor Budaya
Faktor budaya memberikan pengaruh paling luas dan dalam pada perilaku konsumen. Pengiklan harus mengetahui peranan yang dimainkan oleh budaya, sub budaya dan kelas sosial pembeli. Budaya adalah penyebab paling mendasar dari keinginan dan perilaku seseorang. Sub-budaya dapat dibedakan menjadi empat jenis : kelompok nasionalisme, kelompok keagamaan, kelompok ras, area geografis.
Kelas-kelas sosial adalah masyarakat yang relatif permanen dan bertahan lama dalam suatu masyarakat, yang tersusun secara hierarki dan keanggotaanya mempunyai nilai, minat dan perilaku yang serupa. Kelas sosial bukan ditentukan oleh satu faktor tunggal, seperti pendapatan, tetapi diukur dari kombinasi pendapatan, pekerjaan, pendidikan, kekayaan dan variabel lain.
2.      Pengaruh Budaya Yang Tidak Disadari 
Dengan adanya kebudayaan, perilaku konsumen mengalami perubahan. Dengan memahami beberapa bentuk budaya dari masyarakat, dapat membantu pemasar dalam memprediksi penerimaan konsumen terhadap suatu produk. Pengaruh budaya dapat mempengaruhi masyarakat secara tidak sadar.
3.      Pengaruh Budaya dapat Memuaskan Kebutuhan
Budaya yang ada di masyarakat dapat memuaskan kebutuhan masyarakat. Budaya dalam suatu produk yang memberikan petunjuk, dan pedoman dalam menyelesaikan masalah dengan menyediakan metode "Coba dan Buktikan" dalam memuaskan kebutuhan fisiologis, personal dan sosial.
4.      Pengaruh Budaya Dapat Dipelajari
Budaya dapat dipelajari sejak seseorang sewaktu masih kecil, yang memungkinkan seseorang mulai mendapat nilai-nilai kepercayaan dan kebiasaan dari lingkungan yang kemudian membentuk kepribadian seseorang. Berbagai macam cara budaya dapat dipelajari. Seperti yang diketahui secara umum yaitu misalnya ketika orang dewasa dan rekannya yang lebih tua mengajari anggota keluarganya yang lebih muda mengenai cara berperilaku. Begitu juga dalam dunia industri, perusahaan periklanan cenderung memilih cara pembelajaran secara informal dengan memberikan model untuk ditiru masyarakat. Iklan tidak hanya mampu mempengaruhi persepsi sesaat konsumen mengenai keuntungan dari suatu produk, namun dapat juga mempengaruhi persepsi generasi mendatang mengenai keuntungan yang akan didapat dari suatu kategori produk tertentu.
5.      Pengaruh Budaya yang Berupa Tradisi
Tradisi adalah aktivitas yang bersifat simbolis yang merupakan serangkaian langkah-langkah (berbagai perilaku) yang uncul dalam rangkaian yang pasti dan terjadi berulang-ulang. Hal yang penting dari tradisi ini untuk para pemasar adalah fakta bahwa tradisi cenderung masih berpengaruh terhadap masyarakat yang menganutnya. Misalnya yaitu, natal, yang selalu berhubungan dengan pohon cemara. Dan untuk tradistradisi misalnya pernikahan, akan membutuhkan perhiasan-perhiasan sebagai perlengkapan acara tersebut.
           4.      Struktur konsumensi
Secara matematis struktur konsumensi yaitu menjelaskan bagaimana harga beragam sebagai hasil dari keseimbangan antara ketersediaan produk pada tiap harga (penawaran) dengan kebijakan distribusi dan keinginan dari mereka dengan kekuatan pembelian pada tiap harga (permintaan). Grafik ini memperlihatkan sebuah pergeseran ke kanan dalam permintaan dari D1 ke D2 bersama dengan peningkatan harga dan jumlah yang diperlukan untuk mencapai sebuah titik keseimbangan (equibilirium) dalam kurva penawaran (S).
           5.      Dampak nilai-nilai inti terhadap pemasar
1.      Kebutuhan
Konsep dasar yang melandasi pemasaran adalah kebutuhan manusia. Kebutuhan manusia adalah pernyataan dari rasa kehilangan, dan manusia mempunyai banyak kebutuhan yang kompleks. Semua kebutuhan berasal dari masyarakat konsumen, bila tidak puas, konsumen akan mencari produk atau jasa yang dapat memuaskan kebutuhan tersebut.
2.      Keinginan
Keinginan digambarkan dalam bentuk objek yang akan memuaskan kebutuhan mereka atau keinginan adalah hasrat akan penawar kebutuhan yang spesifik. Masyarakat yang semakin berkembang, keinginannya juga semakin luas, tetapi ada keterbatasan dana, waktu, tenaga dan ruang, sehingga dibutuhkan perusahaan yang bisa memuaskan keinginan sekaligus memenuhi kebutuhan manusia dengan menebus keterbatasan tersebut, paling tidak meminimalisasi keterbatasan sumber daya
3.      Permintaan
Dengan keinginan dan kebutuhan serta keterbatasan sumber daya tersebut, akhirnya manusia menciptakan permintaan akan produk atau jasa dengan manfaat yang paling memuaskan. sehingga muncullah istilah permintaan, yaitu keinginan manusia akan produk spesifik yang didukung oleh kemampuan dan ketersediaan untuk membelinya.
      6.      Perubahan nilai
      Budaya juga perlu mengalami perubahan nilai. Ada beberapa aspek dari perlunya perluasan perubahan   
      budaya yaitu :
1.    Budaya merupakan konsep yang meliputi banyak hal atau luas. Hal tersebut termasuk segala sesuatu dari pengaruh proses pemikiran individu dan perilakunya. Ketika budaya tidak menentukan sifat dasar dari frekuensi pada dorongan biologis seperti lapar, hal tersebut berpengaruh jika waktu dan cara dari dorongan ini akan memberi kepuasan.
2.  Budaya adalah hal yang diperoleh. Namun tidak memaksudkan mewarisi respon dan kecenderungan. Bagaimanapun juga, bermula dari perilaku manusia tersebut.
3.    Kerumitan dari masyarakat modern yang merupakan kebenaran budaya yang jarang memberikan ketentuan yang terperinci atas perilaku yang tepat.
a.   Variasi nilai perubahan dalam nilai budaya terhadap pembelian dan konsumsi.
Nilai budaya memberikan dampak yang lebih pada perilaku konsumen dimana dalam hal ini dimasukkan kedalam kategori-kategori umum yaitu berupa orientasi nilai-nilai lainnya yaitu merefleksi gambaran masyarakat dari hubungan yang tepat antara individu dan kelompok dalam masyarakat. Hubungan ini mempunyai pengaruh yang utama dalam praktek pemasaran. Sebagai contoh, jika masyarakat menilai aktifitas kolektif, konsumen akan melihat kearah lain pada pedoman dalam keputusan pembelanjaan dan tidak akan merespon keuntungan pada seruan promosi untuk “menjadi seorang individual”. Dan begitu juga pada budaya yang individualistik. Sifat dasar dari nilai yang terkait ini termasuk individual/kolektif, kaum muda/tua, meluas/batas keluarga, maskulin/feminim, persaingan/kerjasama, dan perbedaan/keseragaman.
b.      Individual/kolektif
Budaya individualis terdapat pada budaya Amerika, Australia, Inggris, Kanada, New Zealand, dan Swedia. Sedangkan Taiwan, Korea, Hongkong, Meksiko, Jepang, India, dan Rusia lebih kolektifis dalam orientasi mereka. Nilai ini adalah faktor kunci yang membedakan budaya, dan konsep diri yang berpengaruh besar pada individu. Tidak mengherankan, konsumen dari budaya yang memiliki perbedaan nilai, berbeda pula reaksi mereka pada produk asing, iklan, dan sumber yang lebih disukai dari suatu informasi. Seperti contoh, konsumen dari Negara yang lebih kolektifis cenderung untuk menjadi lebih suka meniru dan kurang inovatif dalam pembelian mereka dibandingkan dengan budaya individualistik. Dalam tema yang diangkat seperti ” be your self” dan “stand out”, mungkin lebih efektif dinegara amerika tapi secara umum tidak di negara Jepang, Korea, atau Cina.
c.       Usia muda / tua
Dalam hal ini apakah dalam budaya pada suatu keluarga, anak-anak sebagai kaum muda lebih berperan dibandingkan dengan orang dewasa dalam pembelian. Dengan kata lain adalah melihat faktor budaya yang lebih bijaksana dalam melihat sisi dari peran usia. Seperti contoh di Negara kepulauan Fiji, para orang tua memilih untuk menyenangkan anak mereka dengan membeli suatu barang. Hal ini berbeda dengan para orang tua di Amerika yang memberikan tuntutan yang positif bagi anak mereka. Disamping itu, walaupun Cina memiliki kebijakan yang mengharuskan untuk membatasi keluarga memiliki lebih dari satu anak, tetapi bagi budaya mereka anak merupakan “kaisar kecil” bagi mereka. Jadi, apapun yang mereka inginkan akan segera dipenuhi. Dengan kata lain, penting untuk diingat bahwa segmen tradisional dan nilai masih berpengaruh dan pera pemasar harus menyesuaikan bukan hanya pada lintas budaya melainkan juga pada budaya didalamnya.
d.      Luas/batasan keluarga
Yang dimaksud disini adalah bagaimana keluarga dalam suatu budaya membuat suatu keputusan penting bagi anggota keluarganya. Dengan kata lain apakah peran orang dewasa (orang tua) memiliki kebijakan yang lebih dalam memutuskan apa yang terbaik bagi anaknya. Atau malah sebaliknya anak-anak memberi keputusan sendiri apa yang terbaik bagi diri mereka sendiri. Dan bisa dikatakan juga bahwa pengaruh pembelian oleh orang tua akan berpengaruh untuk seterusnya pada anak. Seperti contoh pada beberapa budaya yaitu seperti di Meksiko, sama halnya dengan Amerika, peran orang dewasa sangat berpengaruh. Para orang tua lebih memiliki kecenderungan dalam mengambil keputusan dalam membeli. Begitu juga para orang dewasa muda di Thailand yang hidup sendiri diluar dari orang tua atau keluarga mereka. Tetapi ketergantungan dalam membeli masih dipengaruhi oleh orang tua maupun keluarga mereka. Yang lain halnya di India, sesuatu hal yang akan dibeli diputuskan bersama-sama dalam satu keluarga yaitu seperti diskusi keluarga diantara mereka.
Contoh Kasus :
REPUBLIKA.CO.ID,KARANGAYAR – Pelestarian terhadap seni budaya batik menjadi salah kaprah. Masalahnya, seluruh siswa SMP dan SMA/SMK di Kabupaten Karanganyar diwajibkan membeli seragam batik. Kewajiban ini berlaku bagi siswa baru maupun siswa lama saat orangtua mengambil rapot kenaikan kelas.
Koleksi seragam sekolah bertambah. Siswa SMP, misalnya, selain memiliki seragam putih-biru dan Pramuka, kini bertambah seragam batik. Demikian dengan siswa SMA/SMK. Selain seragam putih-abu-abu dan Pramuka, kini juga bertambah seragam batik.
Ini yang dipersoalkan orangtua di sana. Mereka bukan saja mempermasalahkan cara
”paksaan” yang dilakukan pihak sekolah. Tapi, soal harga yang terlalu tinggi.
”Masak seragam batik printing harganya Rp 179 ribu per potong,” tutur salah seorang walisiswa kepada Republika.
Walisiswa dari sebuah SMPN di Jaten, Karangnyar, ini merasa keberatan dengan model pungutan seperti ini. Masalahnya, siswa setiap ajaran baru itu wajib membeli seragam reguler dan seragam olahraga.
Menurutnya, banyak orangtua yang memprotes. Tapi, mereka tak dapat berbuat banyak. ”kebijakan seragam batik sebagai identitas sekolah. Mau tidak mau, siswa harus membeli,” katanya.
Siswa SMAN I Karanganyar mewajibkan membeli seragam batik lewat koperasi sekolah. Orangtua disodori belangko pembelian seragam batik senilai Rp 179 ribu. Ini diberikan saat orangtua mengambil rapor. Dalam blangko disebutkan, orangtua bisa membayar batik saat mengambil rapor. Atau setelah libur sekolah.
           7.      Perubahan institusi
Perubahan dapat terjadi pada setiap level. Tidak ada lembaga yang bersifat permanen. Ia akan selalu berubah menuju tatanan kelembagaan (institutional arrangement) yang lebih efisien. Banyak teori yang menjelaskan mengenai perubahan kelembagaan. Dari sejumlah teori yang ada, Schlueter dan Hanisch (1999) mengklasifikasi teori perubahan kelembagaan dalam tiga kelompok, yaitu: berdasarkan efisiensi ekonomi; berdasarkan teori distribusi konflik (distributional conflict theory); dan berdasarkan teori kebijakan publik. 
Teori perubahan kelembagaan berbasiskan efisiensi ekonomi memiliki tiga arus pemikiran utama. Arus pemikiran pertama disampaikan oleh Prof. Friedrich Hayek, ekonom terkemuka Austria dan pendukung utama ekonomi neo klasik. Menurut Hayek, perubahan kelembagaan bersifat spontan, tidak disengaja, namun merupakan hasil dari tindakan yang disengaja (Hayek, 1968). Artinya bahwa seseorang atau sekelompok masyarakat tidak akan membuat sebuah lembaga/aturan bila tidak ada dorongan yang menuntut aturan tersebut harus ada. Yang dimaksud Hayek, “perubahan kelembagaan bersifat spontan” adalah bahwa lahirnya dorongan untuk menciptakan atau merubah kelembagaan bersifat spontan (unintenationally). Sedangkan aktifitas membuat atau mewujudkan kelembagaannya bersifat disengaja (intentional). Sebagai contoh, pembuatan perda tentang pengelolaan sumberdaya air tanah merupakan tindakan yang disengaja, tapi lahirnya kebutuhan adanya perda tersebut bersifat spontan sebagai respons terhadap situasi yang berkembang. 
Cabang kedua tentang teori perubahan kelembagaan mengatakan bahwa sebuah lembaga/aturan berubah karena adanya upaya melindungi hak-hak kepemilikan (property rights). Artinya, seseorang atau anggota masyarakat terdorong membuat sebuah aturan tujuan utamanya adalah untuk melindungi hak-hak kepemilikan dari gangguan yang datang dari luar. Adanya land tenure system (sistem kepemilikan lahan) dalam masyarakat adat bertujuan agar hak-hak lahan terdistribusi di antara anggota masyarakat adat tersebut dan mereka memiliki kepastiang mengenai hal tersebut. Pemikiran ini disampaikan antara lain oleh Posner (1992). 
Pemikiran ketiga perubahan ekonomi kelembagaan berdasarkan atas efisiensi ekonomi antara lain      disampaikan oleh Oliver Williamson, Professor Ekonomi dan Hukum. Menurutnya, lembaga/aturan akan terus berubah/bergerak dinamis sebagai upaya meminimumkan biaya transaksi (transaction cost) (Williamson, 2000). Perubahan biaya informasi, penegakan hukum, perubahan harga, teknologi dll mempengaruhi insentif/motivasi seseorang dalam berinteraksi dengan pihak lain. Hal ini akan berpengaruh pada perubahan kelembagaan (North, 1990). Perubahan harga relatif faktor produksi akan mendorong pihak yang terlibat dalam transaksi melakukan negosiasi untuk mencapai kesepakatan-kesepakatan baru. Perubahan kesepakatan atau kontraktual akan sangat sulit tanpa perubahan aturan main. Oleh karena itu, North menegaskan, perubahan harga membawa pada perubahan aturan main. 
Selain itu, kelembagaan juga tidak resisten terhadap perubahan selera atau kesukaan anggota masyarakat/aktor-aktor yang terlibat dalam sebuah komunitas. Perubahan tersebut, sebagaimana diyakini North (1990), akan mengancam existensi kelemabagaan yang ada. Jika para aktor mersakan bahwa kelembagaan yang berlaku sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan atau kondisi lingkungan yang ada, maka ia akan berusaha melakukan perubahan kelembagaan agar lebih akomodatif terhadap lingkungan yang baru. Kehilangan nilai budaya, norma, tradisi dll dari sebuah komunitas merupakan contoh perubahan kelembagaan karena adanya perubahan kondisi lingkungan, baik karena pengaruh eksternal sosial ekonomi komunitas tersebut maupun karena faktor internal. Sebagai contoh, permintaan pasar ikan karang yang tinggi dengan harga yang sangat bagus merupakan insentif bagi nelayan untuk menangkap ikan sebanyak mungkin. Karena itu, larangan menangkap ikan karang sebagaimana berlaku di beberapa kawasan konservasi laut dianggap oleh para nelayan sebagai faktor penghambat mencari keuntungan ekonomi. Sehingga, nelaya akan berusaha mengubah, mencabut atau mengabaikan larangan tersebut. Pencabutan atau perubahan sebagian dari aturan tersebut merupakan bentuk perubahan kelembagaan. 
Demikian juga, ketika undang-undang no. 24/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan dianggap sudah tidak relevan lagi dengan kondisi terkini sehingga tidak effektif, maka pemerintah mengupayakan perubahan atas undang-undang tersebut yang drafnya kini sedang dibahas. Pada saat undang-udang tentang tata ruang dirasa sudah tidak sesuai lagi maka pemerintah akan berupaya menggantinya dengan undang-undang baru yang bisa lebih baik. Perubahan kelembagaan akan terus berlangsung untuk meminimumkan biaya transaksi. 
Teori kedua yang menjelaskan perubahan kelembagaan adalah distributional conflic theory. Teori ini didasarkan atas asumsi bahwa setiap aktor dalam sebuah arena (komunitas) memiliki perbedaan kepentingan dan kekuatan. Perbedaan kepentingan ini merupakan sumber konflik. Setiap aktor yang terlibat konflik akan berusaha mencari solusi atas konflik tersebut dengan memanfaatkan keuatan (power) yang ia miliki dengan jalan mengubah aturan main yang berlaku. Aktor yang dapat mengendalikan power atau memiliki power lebih baik, misalnya karena menguasai informasi, akses politik, modal, dll, akan mengendalikan proses perubahan tersebut agar berpihak pada kepentingannya (Knight, 1992). Perubahan kelembagaan tersebut bukan untuk memuaskan semua pihak atau untuk mencapai kepentingan kolektif melainkan untuk kepentingan mereka yang punya kekuatan. Proses perubahan tersebut bisa disengaja atau bisa pula sebagai konsekuensi dari stratrgi mencari keuntungan dari aktor-aktor yang bermain. Oleh karena itu, sering ditemukannya tarik menarik dalam proses pembuatan undang-undang karena adanya perbedaan kepentingan dari setiap aktor yang bermain. Mereka tidak peduli apakah kelembagaan baru tersebut akan lebih efisien atau tidak. Yang penting, bagaimana agar aturan main yang baru tersebut dapat menguntungkan kelompoknya (Knight, 1992). 
Mengenai power, Knight (1992) mendefinisikannya sebagai kekuatan untuk mempengaruhi orang lain agar bertindak sesuai dengan kepentingannya. Jika “A” lebih powerful dari pada “B”, maka “A” akan mampu memaksa “B” mengadopsi aturan main yang ide utamanya berasal dari “A” atau dibuat oleh “A”. Dalam hal ini, pada awalnya “A” tidak memikirkan kepentingan “B” meskipun pada akhirnya bisa jadi aturan baru tersebut juga menguntungkan “B”. Dalam hal ini, ketaatan kelompok B atas kelembagaan baru bukan karena mereka setuju dengan isinya, atau menguntungkannya, melainkan karena mereka tidak mampu membuat yang lebih menguntungkan baginya. Kondisi ini, menurut Knight, akan terus berlangsung selama power resources tidak terdistribusi secara merata atau asymmetric power condition.
Sumber :
http://kalistaoctavia.blogspot.co.id/2015/01/pengaruh-kebudayaan-terhadap-pembelian.html
http://badrusa2am.blogspot.co.id/2014/12/pengaruh-kebudayaan-terhadap-pembelian.html
http://mirafitriani10.blogspot.co.id/2015/01/pengaruh-kebudayaan-terhadap-pembelian.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar