KREDIT MACET
Pengertian Umum Kredit
Dalam
UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan, disebutkan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau
tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan
atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu
tertentu dengan pemberian bunga.
Sampai
saat ini pendapatan bunga sebagai hasil dari pemberian kredit, masih
merupakan kontribusi terbesar pada pendapatan bank secara keseluruhan,
baik bank-bank di Indonesia maupun kebanyakan bank-bank di dunia.
Berdasarkan statistik Bank Indonesia bulan Juni 1992, 80% dari total
aset perbankan Indonesia adalah berupa kredit yang disalurkan baik
kepada sektor perdagangan maupun industri. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa penyaluran kredit merupakan kegiatan utama suatu bank.
Di lain pihak, penyaluran kredit mengandung resiko bisnis terbesar
dalam dunia perbankan. Oleh karena itu, pengelolaan kredit merupakan
kegiatan yang sangat penting untuk diperhatikan oleh setiap bank.
Dalam
tulisan ini kami akan menguraikan secara ringkas tentang kredit
bermasalah, khususnya kredit macet, mulai dari pengertian, indikasi
kredit macet, bagaimana mengantisipasi sampai pada cara-cara
penanganan dan penyelesaiannya.
Pengertian Kredit Macet
Dalam
paket kebijakan deregulasi bulan Mei tahun 1993 (PAKMEI 1993), di
Indonesia dikenal dua golongan kredit bank, yaitu kredit lancar dan
kredit bermasalah. Di mana kredit bermasalah digolongkan menjadi tiga,
yaitu kredit kurang lancar, kredit diragukan, dan kredit macet.
Kredit macet inilah yang sangat dikhawatirkan oleh setiap bank, karena
akan mengganggu kondisi keuangan bank, bahkan dapat mengakibatkan
berhentinya kegiatan usaha bank.
Kredit
macet atau problem loan adalah kredit yang mengalami kesulitan
pelunasan akibat adanya faktor-faktor atau unsur kesengajaan atau karena
kondisi di luar kemampuan debitur. (Siamat, 1993, hal: 220).
Suatu kredit digolongkan ke dalam kredit macet bilamana: (Sutojo, 1997, hal: 331)
 |
Tidak dapat memenuhi kriteria kredit lancar, kredit kurang lancar dan kredit diragukan; atau
|
 |
Dapat
memenuhi kriteria kredit diragukan, tetapi setelah jangka waktu
21 bulan semenjak masa penggolongan kredit diragukan, belum
terjadi pelunasan pinjaman, atau usaha penyelamatan kredit; atau
|
 |
Penyelesaian
pembayaran kembali kredit yang bersangkutan, telah diserahkan
kepada pengadilan negeri atau Badan Urusan Piutang Negara (BUPN),
atau telah diajukan permintaan ganti rugi kepada perusahaan asuransi
kredit.
|
Sejak
krisis keuangan yang berlanjut dengan krisis ekonomi yang melanda
Indonesia sejak tahun 1997, penyelesaian kredit macet bank-bank di
Indonesia ditangani oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Berkaitan
dengan kasus kredit macet di Indonesia Menko Ekuin, Kwik Kian Gie
mengatakan bahwa sampai saat ini jumlahnya sudah mencapai Rp 600 trilyun
(InfoBank, Edisi Nomor 245, Januari 2000, hal:14). Menurut hemat kami
hal ini tampaknya lebih disebabkan karena faktor kesengajaan. Betapa
tidak, sebagian besar dana kredit yang dimiliki bank disalurkan kepada
debitur kelompok usahanya sendiri, yang disebut perusahaan
terafiliasi. Dimana dalam penyalurannya kurang atau mungkin tidak
didasarkan pada studi kelayakan (feasibility study), dan bahkan
besarnya kredit yang mereka ajukan jumlahnya telah di ‘mark up’
terlebih dahulu. Sebagai contoh adalah Bank Dagang Nasional Indonesia
(BDNI) dan Bank Umum Nasional (BUN), yang masing-masing secara berurutan
menyalurkan 90,7% dan 78,4% (Kwik Kian Gie, 1999, hal: 124) untuk
kepentingan kelompok usahanya sendiri.
Faktor-faktor Penyebab Munculnya Kredit Bermasalah/Macet
Munculnya
kredit bermasalah termasuk di dalamnya kredit macet, pada dasarnya
tidak terjadi secara tiba-tiba, melainkan melalui suatu proses.
Terjadinya kredit macet dapat disebabkan baik oleh pihak kreditur
(bank) maupun debitur. Faktor-faktor penyebab yang merupakan kesalahan
pihak kreditur adalah:
Keteledoran bank mematuhi peraturan pemberian kredit yang telah digariskan;
Terlalu
mudah memberikan kredit, yang disebabkan karena tidak ada patokan
yang jelas tentang standar kelayakan permintaan kredit yang diajukan;
Konsentrasi dana kredit pada sekelompok debitur atau sektor usaha yang beresiko tinggi;
Kurang memadainya jumlah eksekutif dan staf bagian kredit yang berpengalaman;
Lemahnya bimbingan dan pengawasan pimpinan kepada para eksekutif dan staf bagian kredit;
Jumlah pemberian kredit yang melampaui batas kemampuan bank;
Lemahnya
kemampuan bank mendeteksi kemungkinan timbulnya kredit
bermasalah, termasuk mendeteksi arah perkembangan arus kas (cash flow)
debitur lama;
Tidak mampu bersaing, sehingga terpaksa menerima debitur yang kurang bermutu. (Sutojo, 1999, hal: 216)
Sedang faktor-faktor penyebab kredit macet yang diakibatkan karena kesalahan pihak debitur antara lain:
Menurunnya
kondisi usaha bisnis perusahaan, yang disebabkan merosotnya kondisi
ekonomi umum dan/atau bidang usaha dimana mereka beroperasi;
Adanya
salah urus dalam pengelolaan usaha bisnis perusahaan, atau karena
kurang berpengalaman dalam bidang usaha yang mereka tangani;
Problem
keluarga, misalnya perceraian, kematian, sakit yang
berkepanjangan, atau pemborosan dana oleh salah satu atau beberapa orang
anggota keluarga debitur;
Kegagalan debitur pada bidang usaha atau perusahaan mereka yang lain;
Kesulitan likuiditas keuangan yang serius;
Munculnya kejadian di luar kekuasaan debitur, misalnya perang dan bencana alam;
Watak buruk debitur (yang dari semula memang telah merencanakan tidak akan mengembalikan kredit). (Sutojo, 1999, hal: 334)
Indikasi Kredit Macet
Untuk
mendeteksi kemungkinan terjadinya kredit bermasalah atau kredit macet
sedini mungkin, dapat dilakukan dengan memperhatikan gejala-gejala
sebagai berikut: (Siamat, 1993, hal: 220-221)
Terjadinya penundaan yang tidak normal dalam penerimaan laporan keuangan, pemayaran cicilan atau dokumen lainnya;
Adanya penyelidikan yang tidak terduga dari lembaga-lembaga keuangan lainnya mengenai nasabah tersebut;
Keluarnya anggota eksekutif perusahaan;
Terjadi perubahan kegiatan usaha misalnya masuknya pesaing baru atau produk baru yang sejenis;
Meningkatnya penggunaan fasilitas overdraft;
Perusahaan nasabah mengalami kekacauan;
Ditemukannya kegiatan ilegal atas usaha nasabah;
Permintaan tambahan kredit;
Permohonan perpanjangan atau penjadwalan kembali kredit;
Usaha nasabah yang terlalu ekspansif;
Kreditur
lain melakukan proteksi atas kredit yang diberikan dengan meminta
tambahan jaminan atau melakukan pengikatan notaris atas barang jaminan.
Dengan
mencermati gejala-gejala terjadinya kredit macet tersebut, maka
bukanlah sesuatu yang mustahil untuk mencegah terjadinya kredit macet,
atau paling tidak dapat mengurangi/menekan sekecil mungkin kasus-kasus
kredit macet yang ada.
Mengurangi atau Mencegah Kemungkinan Terjadinya Kredit Macet
Setiap
penyaluran kredit oleh bank tentu mengandung resiko, karena adanya
keterbatasan kemampuan manusia dalam memprediksi masa yang akan datang.
Apalagi dalam situasi dan kondisi ‘lingkungan’ yang cepat berubah dan
penuh ketidakpastian seperti sekarang ini. Beberapa hal penting yang
harus dilakukan oleh bank dalam menekan atau mengurangi seminimal
mungkin resiko pemberian kreditnya, adalah:
Penilaian/Analisis terhadap Permohonan Kredit
Setiap
permohonan kredit yang diajukan oleh calon debitur, tentu harus
dilakukan penilaian secara seksama oleh pejabat bank. Terlebih lagi
untuk pemberian kredit jangka panjang, seperti kredit investasi
misalnya. Mengingat semakin lama jangka waktu kredit, maka semakin
tinggi faktor ketidakpastiannya, sehingga semakin besar pula resiko
yang dihadapi bank.
Dalam penilaian kredit, ada prinsip-prinsip yang harus diperhatikan yaitu prinsip 5 C + 1C, yang meliputi:
Character
Character
atau watak debitur sangat menentukan kemauan untuk membayar kembali
kredit yang telah diterimanya. Namun demikian, untuk mengetahui
character seseorang itu tidak mudah. Oleh karena itu, penilaian atas
character debitur perlu dilakukan secara hati-hati dan secermat
mungkin. Informasi dari keluarga dan teman-teman dekat dari debitur,
serta informasi dari bank pemberi kredit sebelumnya adalah sangat
penting.
Untuk
mengetahui dan memperoleh gambaran yang jelas tentang watak calon
debitur ini, dapat dilakukan usaha-usaha seperti: melakukan interview
langsung terhadap calon debitur; meneliti daftar riwayat hidupnya,
mengetahui reputasi calon debitur berdasarkan informasi dari
‘lingkungan’ usahanya, serta meneliti kegiatan dan
pengalaman-pengalaman usahanya.
Capacity
Capacity
mengandung arti kemampuan calon debitur dalam mengelola usahanya.
Dengan demikian, capacity berkaitan erat dengan kemampuan calon debitur
dalam melunasi kreditnya. Unsur-unsur yang dinilai untuk mengetahui
kemampuan calon debitur antara lain meliputi penilaian terhadap:
proyeksi arus kas;
|
proyeksi laporan keuangan;
|
pusat informasi kredit;
|
kemampuan manajemen;
|
kemampuan pemasaran;
|
kemampuan teknis; dan
|
kewajiban-kewajiban pada pihak lainnya.
|
Capital
Informasi
mengenai besar kecilnya modal (capital) perusahaan calon debitur
adalah sangat penting bagi bank. Modal yang dimaksudkan disini adalah
modal sendiri (networth) atau nilai kekayaan bersih yang dimiliki
perusahaan, yang merupakan selisih antara total aktiva dengan total
kewajiban (utang). Semakin besar modal yang dimiliki perusahaan
merupakan cerminan keberhasilan perusahaan di masa lalu, dan ini
tentunya semakin baik dihadapan bank. Mengingat kredit bank hanya
merupakan pelengkap atau tambahan bagi pembiayaan kegiatan
operasional perusahaan. Posisi modal suatu perusahaan dapat
dianalisis dari laporan keuangannya. Untuk mendapatkan gambaran yang
lengkap tentang modal perusahaan, maka bank harus melakukan analisis
terhadap laporan keuangan perusahaan selama paling tidak tiga tahun
periode akuntansi sebelumnya.
Collateral
Collateral
(jaminan kredit) merupakan setiap aktiva atau barang-barang yang
diserahkan debitur sebagai jaminan atas kredit yang diperoleh dari bank.
Manfaat jaminan ini bagi bank adalah sangat penting, sebagai ‘back
up’ atas kredit yang diberikan kepada debitur. Tujuannya adalah agar
bank dapat memperoleh pelunasan kembali atas kredit yang diberikan
kepada debitur, apabila kelak debitur tidak mampu melunasi kreditnya
atau pun ingkar janji (wan prestasi). Atas jaminan yang diberikan oleh
debitur, maka perlu diperhatikan cara pengikatannya sesuai dengan
hukum yang berlaku, untuk menghindari sengketa yang kemungkinan
muncul di kemudian hari.
Conditions
Yang
dimaksud conditions disini adalah keadaan perekonomian secara umum
dimana perusahaan tersebut beroperasi. Kondisi perekonomian sangat
menentukan keberhasilan maupun kegagalan suatu perusahaan. Oleh
karena itu, bank atau dalam hal ini analis kredit, harus
mempertimbangkan keadaan perekonomian, dan proyeksi perekonomian selama
jangka waktu kredit yang diberikan.
Constraint
Dalam
pemberian kredit, bank perlu juga mengetahui dan mempertimbangkan
hambatan (constraint) yang mungkin muncul di lapangan. Bank perlu
mengetahui tanggapan masyarakat setempat terhadap rencana investasi
yang akan dilakukan oleh calon debiturnya, karena bisa saja
masyarakat setempat menolak rencana investasi tersebut. Sebagai contoh
seorang debitur mengajukan kredit untuk membangun sebuah peternakan
babi misalnya. Nah, pihak bank perlu mengetahui bagaimana tanggapan
masyarakat setempat, apakah menerima atau menolak kehadiran
peternakan tersebut.
Pemantauan Penggunaan Kredit
Setelah
bank memutuskan untuk memberikan kredit kepada debiturnya, bukan
berarti bahwa tugas bank sebagai perantara keuangan selesai sampai di
situ, melainkan itulah awal mula tugas bank yang sesungguhnya dalam
penyaluran kredit. Bank senantiasa harus memantau kredit yang telah
disalurkannya. Apakah debitur benar-benar menggunakan kreditnya
sesuai dengan permohonan semula, atau digunakan untuk keperluan lain?
Bagaimana perkembangan dan prospek usaha debitur? Bagaimana keadaan
perekonomian nasional secara keseluruhan, kondusif atau tidak bagi
perkembangan usaha debitur? Dan pertanyaan-pertanyaan lain berkaitan
dengan prospek kredit yang telah disalurkan oleh bank.
Pertanyaan-pertanyaan ini penting dijawab, dalam rangka mengantisipasi
kemungkinan tersendat atau macetnya kredit yang telah disalurkan
bank.
Jaminan Kredit
Jaminan
kredit (collateral) atau agunan sebenarnya tidaklah mutlak
sifatnya, tetapi perlu, guna mengantisipasi kemungkinan tidak
tertagihnya kredit yang disalurkan bank. Di samping status dan
kondisi jaminan, yang tidak kalah penting untuk diperhatikan oleh
bank adalah dalam cara pengikatannya. Pengikatan jaminan kredit ini
harus sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Hal ini berkaitan
dengan eksekusi jaminan, apabila kelak debitur ingkar janji (wan
prestasi) atau tidak mampu melunasi kreditnya.
Cara Penyelesaian Kredit Macet
Untuk
menyelesaikan dan menyelamatkan kredit yang dikategorikan macet,
dapat ditempuh usaha-usaha sebagai berikut: (Siamat, 1993, hal 222-223)
Rescheduling (Penjadwalan Ulang)
Yaitu
perubahan syarat kredit hanya menyangkut jadwal pembayaran dan atau
jangka waktu termasuk masa tenggang (grace period) dan perubahan
besarnya angsuran kredit. Tentu tidak kepada semua debitur dapat
diberikan kebijakan ini oleh bank, melainkan hanya kepada debitur yang
menunjukkan itikad dan karakter yang jujur dan memiliki kemauan untuk
membayar atau melunasi kredit (willingness to pay). Di samping itu,
usaha debitur juga tidak memerlukan tambahan dana atau likuiditas.
Reconditioning (Persyaratan Ulang)
Yaitu
perubahan sebagian atau seluruh syarat-syarat kredit yang tidak
terbatas pada perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu, tingkat suku
bunga, penundaan pembayaran sebagian atau seluruh bunga dan
persyaratan lainnya. Perubahan syarat kredit tersebut tidak termasuk
penambahan dana atau injeksi dan konversi sebagian atau seluruh kredit
menjadi ‘equity’ perusahaan. Debitur yang bersifat jujur, terbuka dan
‘cooperative’ yang usahanya sedang mengalami kesulitan keuangan dan
diperkirakan masih dapat beroperasi dengan menguntungkan, kreditnya
dapat dipertimbangkan untuk dilakukan persyaratan ulang.
Restructuring (Penataan Ulang)
Yaitu perubahan syarat kredit yang menyangkut:
 |
Penambahan dana bank, atau
|
 |
Konversi seluruh atau sebagian tunggakan bunga menjadi pokok kredit baru, dan atau
|
 |
Konversi
seluruh atau sebagian dari kredit menjadi penyertaan bank atau
mengambil partner yang lain untuk menambah penyertaan.
|
Liquidation (Liquidasi)
Yaitu
penjualan barang-barang yang dijadikan jaminan dalam rangka pelunasan
utang. Pelaksanaan likuidasi ini dilakukan terhadap kategori kredit
yang memang benar-benar menurut bank sudah tidak dapat lagi dibantu
untuk disehatkan kembali atau usaha nasabah yang sudah tidak memiliki
prospek untuk dikembangkan. Proses likuidasi ini dapat dilakukan
dengan menyerahkan penjualan barang tersebut kepada nasabah yang
bersangkutan. Sedang bagi bank-bank umum milik negara, proses penjualan
barang jaminan dan aset bank dapat diserahkan kepada BPPN, untuk
selanjutnya dilakukan eksekusi atau pelelangan.
sumber : http://abg01.blogspot.co.id/2014/08/pengertian-kredit-macet-penyebab-dan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar